Selasa, 17 November 2015

Evaluasi Alternatif Sebelum Pembelian

PENDAHULUAN


Evaluasi Alternatif  dapat didefinisikan proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Walaupun kami telah menyajikan pencarian dan evaluasi alternatif sebagai tahap-tahap "terpisah" untuk alasan pedagogis, pembaca harus menyadari bahwa kedua tahap tersebut saling saling terjalin dengan rumit selama pengambilan keputusan. Pemerolehan informasi dari produk lingkungan, misalnya, biasanya akan menghasilkan informasi yang kemudian mungkin menuntut pencarian sesudahnya.

Evaluasi alternatif merupakan suatu proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih oleh konsumen. Pada tahap evaluasi konsumen baru :

1.) Menentukan kriteria yang akan digunakan untuk menilai alternatif,
2.) Memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan,
3.) Menilai kinerja dan alternatif yang dipertimbangkan dan,
4.) Memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir.

Menurut Sutisna, "Setidak-tidaknya ada dua kriteria evaluasi alternatif.Pertama adalah manfaat yang diperoleh dengan membeli produk. Kedua, kepuasan yang diharapkan"(2001:22).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, ketika berbagai alternatif telah diperoleh, konsumen melakukan evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif tersebut, dalam keberadaanya ditentukan oleh keterlibatan konsumen dengan produk yang akan dibelinya.

Alternatif membeli atau tidak membeli produk (merk) tertentu, dipengaruhi oleh pertimbangan atribut produk. Yaitu meliputi : manfaat, kepentingan, image, dan fungsi yang diharapkan. Pertimbangan tersebut seringkali di bandingkan antara manfaat yang akan diperoleh dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk memperoleh atau setelah membeli barang tersebut. Mempertimbangkan untuk membeli mobil kedua adalah pilihan antara keleluasaan pemakaian dan tambahan investasi maupun biaya perawatan.

Kriteria yang digunakan konsumen selama pengambilan keputusan akan tergantung pada beberapa faktor, diantaranya :

1.) Pengaruh situasi,
2.) Kesamaan alternatif-alternatif pilihan 
3.) Motivasi,
4.) Keterlibatan
5.) Penegetahuan


PEMBAHASAN

A. KRITERIA ALTERNATIF

Kriteria evaluasi berisi dimensi atau atribut tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Kriteria alternatif dapat muncul dalam berbagai bentuk, misalnya dalam membeli mobil seorang konsumen mungkin mempertimbangkan criteria, keselamatan, kenyamana, harga, merek, negara asal (country of origin) dan juga spek hedonik seperti gengsi, kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya. Beberapa criteria eveluasi yang umum adalah:

1. Harga
Harga menentukan pemilihan alternatif. Konsumen cenderung akan memiliha harga yang murahuntuk suatu produk yang ia tahu spesifikasinya. Namun jika konsumen tidak bisa mengevaluasi kualitas produk maka harga merupakan indicator kualitas. Oleh karena itu strategi harga hendaknya disesuaikan dengan karakteristik produk.

2. Nama Merek
Merek terbukti menjadi determinan penting dalam pembelian obat. Nampaknya merek merupakan penganti dari mutu dan spesifikasi produk. Ketika konsumen sulit menilai criteria kualitas produk, kepercayaan pada merek lama yang sudah memiliki reputasi baik dapat mengurangi resiko kesalahan dalam pembelian.

3. Negara asal
Negara dimana suatu produk dihasilkan menjadi pertimbangan penting dikalangan konsumen. negara asal sering mencitrakan kualitas produk. Konsumen mungkin sudah tidak meraguakan lagi kualitas produk elektronik dari Jepan. Sementara, untuk jam tangan nampaknya jam tangan buatan Swiss meruapak produk yang handal tak teragukan.

4. Saliensi kriteria evaluasi
Konsep saliensi mencerminkan ide bahwa criteria evluasi kerap berbeda pengaruhnya untuk konsumen yang berbeda dan juga produk yang berbeda. Pada suatu produk mungkin seorang konsumen mempertimbangkan bahwa harga adalah hal yang penting, tetapi tidak untuk produk yang lain. Atribut yang mencook (salient) yang benar-benar mempengaruhi proses evaluasi disebut sebagai atribut determinan.


Menaksir Alternatif Pilihan

Kriteria yang telah di tentukan seperti diatas kemudian akan memunculkan beberapa alternatif produk,  alternatif ini lah yang digunakan konsumen dalam Menaksir alternatif pilihan. Dalam menaksir suatu alternatif dari pilihan yang ada maka konsumen harus memikirkan resiko yang akan diterima apabila konsumen memilih alternatif tersebut, dan meninggalkan alternatif  lain yang ada.
Ada tiga sudut pandang dalam menganalisis/menaksir alternatif  pilihan keputusan konsumen :

1.   Sudut Pandang Ekonomis
Konsumen sebagai orang yang membuat keputusan secara rasional, yang mengetahui semua alternatif produk yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternatif yang ditentukan dipertimbangkan dari kegunaan dan kerugiannya serta harus dapat mengidentifikasikan satu alternatif yang terbaik, disebut economic man.

2.   Sudut Pandang Kognitif
Konsumen sebagai kognitif man atau sebagai problem solver. Kosumen merupakan pengolah informasi yang selalu mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolah informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan, terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk. Cognitive man berdiri di antara economic man dan passive man, seringkali cognitive man punya pola respon terhadap informasi yang berlebihan dan seringkali mengambil jalan pintas, untuk memenuhi pengambilan keputusannya pada keputusan yang memuaskan.

3.   Sudut Pandang Emosianal
Menekankan emosi sebagai pendorong utama, sehingga konsumen membeli suatu produk. Favoritisme buktinya seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi. Benda-benda yang menimbulkan kenangan juga dibeli berdasarkan emosi. Anggapan emotional man itu tidak rasional adalah tidak benar. Mendapatkan produk yang membuat perasaannya lebih baik merupakan keputusan yang rasional.


MENYELEKSI ATURAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Proses pengambilan keputusan yang terdiri dari 5 tahap yaitu :
1.      Menganalisis keinginan dan kebutuhan
2.      Pencarian informasi
3.      Penilaian dan pemilihan alternative
4.      Keputusan untuk membeli
5.      Perilaku sesudah pembelian

Situasi pembelian berkaitan dengan:
  1. Pertama : Lingkungan di dalam toko seperti ketersediaan produk, perubahan harga, dan kemudahan belanja dengan pilihan berbelanja.
  2. Kedua : Situasi berkaitan dengan apakah produk yang di beli untuk hadiah atau untuk diri nya sendiri. Konsumen biasanya menggunakan criteria yang berbeda dan mungkin memilih merk yang berbeda dan mungkin memilih merk berbeda jika ia membeli untuk dirinya sendiri.
  3. Ketiga : Situasi pembelian berkaitan dengan keadaan mood konsumen ketika berbelanja. Keadaan senang atau keadaan susah mempengaruhi pemrosesan dan pencarian informasi tentang produk.

Menurut Howard dan Sheth ada 3 model dalam pengambilan keputusan :
  1. Pemecahan masalah yang luas yaitu pengambilan keputusan dimana pembeli belum mengembangkan criteria pemilihan.
  2. Pemecahan masalah terbatas yaitu situasi yang menunjukan bahwa pembeli telah memakai criteria pemilihan, tapi ia belum memutuskan merk apa yang terbaik.
  3. Pemecahan masalah berulang kali yaitu pemilih telah menggunakan criteria pemilhan dan telah pula menetap kan produknya.


Variabel Stimulus
Variable stimulus merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contohnya: Merek dan jenis barang, iklan,pramuniaga,penataan barang, dan ruangan toko.

Variabel Respons
Variabel respons merupakan hasil aktivitas individu sebagaireaksi dari variabel stimulus. Variabel respons sangat bergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus.Contohnya: keputusan membeli barang, pemberi penilaianterhadap barang, perubahan sikap terhadap suatu produk.

Sumber :
  • http://rivaldiligia.wordpress.com/2011/12/14/evaluasi-alternatif-sebelum-pembelian/
  • http://dyahekawulandari.blogspot.sg/2013/11/evaluasi-alternatif-sebelum-pembelian.html
  • http://windytriana.wordpress.com/2013/11/18/bab-4-evaluasi-alternatif-sebelum-pembelian

Perilaku Konsumen Lintas Budaya Perspektif Internasional

PENDAHULUAN

Dalam pengujian terhadap faktor-faktor psikologi, sosial dan budaya, secara konsisten ditemukan bagaimana lapisan yang beragam pada masyarakat Amerika secara umum mengkonsumsi barang-barang yang beragam pula. Jika keragaman konsumsi tersebut banyak terjadi di antara segmen-segmen yang berbeda pada satu kumpulan masyarakat, maka akan terjadi lebih banyak lagi keragaman konsumsi pada dua atau lebih kumpulan masyarakat. Agar dapat berhasil, para pemasar harus mengerti sifat alamiah dan ukuran-ukuran perbedaan diantara konsumen-konsumen dari masyarakat yang berbeda-perbedaan“lintas budaya”-sehingga mereka dapat mengembangkan strategi pemasaran terarah yang efektif untuk digunakan di setiap pasar asing yang diinginkan.
Sudut pandang pemasaran global menekankan pada kemiripan-kemiripan konsumen di seluruh dunia dan strategi pemasaran lokal menekankan pada keragamankonsumen di negara-negara yang berbeda serta orientasi budaya mereka yang spesifik. Para pemasar seharusnya menyadari serta mempunyai sensitifitas terhadap kemiripan-kemiripan dan perbedaan-perbedaan lintas budaya yang dapat memberikan kesempatan perluasan pemasaran serta kesempatan memperoleh keuntungan. Para pemasar multinasional harus siap untuk membuat bentuk pemasaran yang spesifik di setiap negara yang mereka tuju. 

PEMBAHASAN

Arti Penting Menjadi Multinasional
Saat ini, hampir seluruh perusahaan bisnis raksasa memasarkan produk-produk mereka diluar batas-batas negara asalnya. Faktanya, yang hangat dibicarakan saat ini oleh mereka, bukanlah apakah kita akan memasarkan produk ini di negara lain, melainkan lebih kepada bagaimana kita akan memasarkannya (sebagai produk yang sama dengan kampanye iklan “global” yang sama). Karena kecenderungan pelaksanaan secara multinasional, maka kegiatan pemasaran saat ini memiliki istilah-istilah baru seperti glocal, yang merujuk pada perusahaan yang melakukan dua tipe pemasaran, lokal dan global; yaitu bahwa perusahaan tersebut dalam usaha pemasarannya memadukan antara standarisasi dan elemen-elemen lokal untuk mengamankan keuntungan dari kedua strategi pemasaran tersebut (lokal dan global).
Usaha Uni Eropa (UE) untuk membentuk sebuah pasar tunggal, memberi arti khusus bagi tantangan ini-pemasaran global dan lokal-. Kesepakatan Pasar Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang saat ini terdiri dari negara USA, Kanada dan Meksiko menyediakan akses pasar bebas terhadap lebih dari 400 miliar konsumen. Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara yang sedang berkembang (ASEAN) membentuk wilayah pasar bebas ASEAN (AFTA) untuk mempromosikan perdagangan regional mereka.
Banyak perusahaan yang mengembangkan berbagai strategi untuk mengambil manfaat dari pasar bebas yang ada ini serta beragam kesempatan ekonomi lain yang sedang berkembang. Starbuck telah membuka sebuah toko di dalam Kota Terlarang di Beijing, Cina, and MTV Networks telah membentuk kerjasama dengan @Japan Media untuk membangun Saluran TV musik 24 jam berbahasa Jepang yang baru.
Bermacam alasan yang menyebabkan perusahaan-perusahaan menjual produk mereka keseluruh dunia. Pertama, banyak perusahaan yang telah mempelajari bahwa ketika pasar dalam negeri telah matang, maka satu-satunya kesempatan terpenting untuk kelangsungan masa depan perusahaan diwakili oleh pasar luar negeri. Kenyataan ini mendorong mereka untuk memperluas batas-batas mereka dan mencari konsumen yang tersebar di seluruh dunia. Terlebih lagi, konsumen diseluruh dunia, cenderung gemar mencoba produk-produk “asing” yang terkenal di tempat yang jauh dan berbeda.

MEMPEROLEH EKSPOS DARI KULTUR LAIN
Dengan banyaknya kontak yang dilakukan konsumen dengan barang-barang dan gaya hidup dari orang-orang yang tinggal di bagian dunia yang lain, mereka mempunyai kesempatan untuk mengadopsi cara dan produk mereka. Sebagian besar pengamatan konsumen terhadap budaya yang berbeda cenderung timbul dari inisiatif mereka sendiri -perjalanan mereka, tinggal dan bekerjanya mereka di negara asing, atau bahkan perpindahan mereka ke negara yang berbeda.
Sebagai tambahan, konsumen dapat memperoleh ”selera” terhadap kultur yang berbeda dari kontak mereka dengan film asing, teater, seni dan artefak dan, yang paling pasti, dari pengamatan mereka terhadap produk yang berbeda dan tidak familiar di kultur mereka sendiri. Kategori tambahan tersebut di atas, seringkali digunakan oleh pemasar untuk mencari dan mengembangkan pasar mereka dengan membawa produk-produk baru, layanan, cara, ide dan pengalaman kepada konsumen potensial yang berada di negara yang berbeda serta memiliki sudut pandang budaya yang berbeda.

EFEK NEGARA ASAL
Ketika konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian, mereka mungkin akan sampai pada pertimbangan akan asal negara produk yang mereka pilih. Para peneliti menunjukkan bahwa konsumen menggunakan pengetahuan mereka tentang dimana produk tersebut di buat sebagai evaluasi pilihan pembelian mereka. Efek negara asal ini muncul karena konsumen seringkali sadar bahwa nama perusahaan atau merek tertentu berhubungan dengan negara tertentu.
Secara umum, banyak konsumen menghubungkan Perancis dengan anggur, mode busana, dan parfum serta berbagai produk kecantikan yang lain; Itali dengan pasta, perancang busana, furnitur, sepatu dan mobil sport; Jepang dengan kamera dan konsumen elektronik; dan Jerman dengan mobil, alat-alat perkakas, dan permesinan. Terlebih lagi, konsumen cenderung mempunyai sikap atau kegemaran bahwa barang tertentu harus dibuat di negara tertentu. Sikap ini bisa berdampak positif, negatif atau netral tergantung pada persepsi atau pengalaman. Sebagai contoh, seorang konsumen pada suatu negara mungkin akan memberi nilai positif bagi suatu produk yang di buat di negara lain (contohnya, konsumen Amerika kelas atas akan beranggapan bahwa sebuah tas tangan Prada Itali atau sebuah jam Rolex Swiss adalah investasi yang berharga). Berlawanan dengan kosumen lain yang mungkin akan terpengaruh secara negatif ketika dia mengetahui DVD player yang sedang dia pertimbangkan untuk di beli di buat di negara yang tidak dapat diasosiasikan dengan barang elektronik yang bagus, seperti DVD player yang dibuat di Itali. Efek negara asal seperti ini berpengaruh pada bagaimana konsumen merangking kualitas dan merek mana yang akhirnya mereka pilih. Walaupun demikian, penelitian terbaru mengatakan bahwa ketika motivasi membeli mereka sedang tinggi dan ketika model spesifik produk tersebut sedang mereka evaluasi (seperti menolak serangkaian produk yang di buat di negara tertentu), penilaian mendasar konsumen akan informasi negara asal mungkin agak berkurang.
Sebagai tambahan terhadap persepsi tentang pemikiran suatu produk berdasarkan negara pembuatnya adalah bahwa beberapa konsumen mungkin meghentikan pembelian suatu produk dari negara tertentu disebabkan oleh perasaan benci mereka terhadap negara tersebut. Sebuah penelitian tentang isu ini menemukan bahwakonsumen yang animositi-nya (perasaan bencinya) tinggi di RRC memiliki lebih sedikit produk Jepang daripada konsumen yang animositi-nya rendah (pada perang dunia ke-2, Jepang menjajah sebagian wilayah Cina). Meskipun beberapa konsumen Cina mungkin memutuskan bahwa Sony adalah merek berkualitas tertinggi(atau persepsi dari produk itu sendiri mungkin sangat positif), mereka walau bagaimanapun juga menolak membawa produk yang di buat di Jepang ke rumah mereka.
Orang Amerika umumnya dapat menerima produk-produk yang di buat oleh negara lain. Meskipun pada akhir dasawarsa 80an ada konsumen yang lebih menyukai Honda yang di buat di Jepang daripada model yang sama tetapi di buat di USA, tetapi saat ini umumnya mereka bersikap asal itu Honda, tidak masalah dimanapun produk itu di buat.

Analisis Konsumen secara Lintas Budaya
Untuk menentukan bagaimana memasuki pasar di luar negeri, pelaku pasar perlu mengadakan suatu bentuk analisis konsumen secara lintas budaya (cross cultural consumer analysis). Analisis konsumen secara lintas budaya ini adalah usaha untuk menentukan derajat persamaan dan perbedaan antara dua atau lebih negara. Analisis tersebut dapat menyediakan pemahaman terhadap karakteristik psikologis, sosial, dan budaya konsumen yang menjadi target bagi pelaku pasar, sehingga mereka dapat mendesain strategi pemasaran yang efektif.

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN INDIVIDU
Pemahaman mengenai persamaan dan perbedaan yang ada pada negara – negara sangat penting bagi pelaku pasar multinasional yang harus menyusun strategi yang tepat untuk meraih konsumen di suatu negara yang spesifik. Semakin banyak persamaan antara satu negara dengan negara lain, maka pelaku pasar juga cenderung memakai strategi pemasaran yang hampir sama.
Sedangkan jika kepercayaan, nilai, dan adat istiadat dari target negara – negara jauh berbeda; maka strategi pemasaran yang lebih spesifik diterapkan. Produk yang sama dapat mempunyai makna yang berbeda di tiap negara. Misalnya strategi pemasaran di Indonesia yang berbudaya kolektif, dengan extended family, dan masih menjunjung adat istiadat akan berbeda dengan strategi pemasaran di Amerika Serikat yang berbudaya individualis, dengan nuclear family, dan terbuka terhadap perubahan. Peraturan dan kebijakan yang berbeda menuntut pelaku pasar untuk berhati – hati dalam mendesain suatu strategi.

Efek Waktu (Time Effects)
Saat akan memulai usaha baru di suatu negara, yang harus dipertimbangkan adalahpace of life (ritme hidup) yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Pace of Life dapat diartikan sebagai seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu aktivitas. Penelitian terhadap pace of life di 31 negara yang mengukur lama jalan kaki sejauh 60 kaki, lama petugas pos mengerjakan pembelian perangko, dan keakuratan jam publik menemukan bahwa Indonesia berada di urutan ke-30. Pace of life tercepat ditempat oleh Switzerland dan yang terlambat diduduki Mexico. Strategi pemasaran di negara – negara tersebut harus disesuaikan. Misalnya restoran Pizza Hut di Switzerland harus menyiapkan sajian jauh lebih cepat dibanding di Indonesia.

PERTUMBUHAN GLOBAL KELAS MENENGAH
Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di negara berkembang menarik perhatian banyak pelaku pasar global yang sedang mengidentifikasi konsumen baru untuk produk mereka. Masyarakat secara global terutama di Amerika Selatan, Asia, dan Eropa Timur dengan pendapatanper kapita $ 5000 dapat dianggap sebagai kelas menengah. Masyarakat kelas menengah mempunyai kemampuan untuk membeli yang (buying power) yang cukup besar. Misalnya kelas menengah di Cina merupakan target pasar untuk TV dan komputer.

AKULTURASI ADALAH SUDUT PANDANG PENJUALAN YANG PENTING
Banyak pelaku pasar bermaksud melakukan perluasan internasional dengan melakukan strategi yang salah dengan percaya bila sebuah produk disukai oleh konsumen local atau domestik, kemudian semua orang akan menyukainya. Sudut pandang yang bias ini meningkatkan kemungkinan kegagalan penjualan jadi menyebar. Untuk mengatasi pandangan yang sempit dan myopic culturally, pelaku pasar harus melakukan acculturation process. Mereka harus mempelajari yang relevan tentang kegunaan dan penggunaan potensial produk mereka di negara-negara asing yang menjadi target pemasaran.
Akulturasi lintas budaya adalah proses ganda (dual process) untuk penjual. Pertama, penjual harus mengenalkan dengan seksama diri mereka nilai-nilai (values), kepercayaan (beliefs), dan adat istiadat (customs) dari masyarakat yang baru untuk posisi dan pasar yang tepat bagi produk mereka. Kedua, untuk mendapatkan penerimaan bagi produk baru di masyarakat asing, mereka harus mengembangkan satu strategi yang mendorong anggota masyarakat untuk merubah atau memecahkan tradisi mereka sendiri.

Karakteristik Naluriah dari Analisis Lintas Budaya
Biasanya sulit bagi perusahaan merencanakan bisnis di negara-negara asing untuk menjalankan penelitian lintas budaya konsumen. Misalnya : sulit di negara-negara Islam di Timur Tengah untuk mengadaptasi penelitian pasar gaya Eropa. Contoh ; di Saudi Arabia, tidak diperbolehkan untuk memberhentikan orang di jalan raya, dan perkumpulan tidak dapat dijalankan karena kebanyakan pertemuan terdiri dari 4 atau 5 orang dikeluarkan.

TEKNIK MENGADAKAN PENELITIAN
Dalam Lintas Budaya, beban bertambah terjadi karena bahasa dan penggunaan kata-kata seringkali berbeda dari satu negara ke negara lain. Masalah lain pada penelitian perdagangan internasional menekankan pada skala pengukuran. Di USA, 5 atau 7 poin skala mungkin sesuai, tetapi di negara lain, 10 atau bahkan 20 poin skala, mungkin dibutuhkan. Lebih jauh lagi, fasilitas penelitian pelayanan lewat telepon, tersedia atau tidak tersedia di negara-negara atau wilayah tertentu di dunia.
Untuk menghindari masalah pengukuran penelitian, para peneliti konsumen harus membiasakan diri mereka dengan keterbatasan pelayanan penelitian di negara-negara yang mereka evaluasi sebagai pasar yang potensial dan harus mempelajari bagaimana mendesain penelitian penjualan yang akan menghasilkan data yang berguna. Peneliti harus ingat bahwa perbedaan budaya dapat membuat metodologi penelitian yang “standar” menjadi tidak sesuai.

Strategi Alternatif Multinasional : Global vs Lokal
Beberapa penjual berpendapat bahwa dunia pasar menjadi makin dan semakin mirip dan dibakukannya standar penjualan, oleh karena itu, menjadi makin dapat dikerjakan dengan mudah. Contohnya : Mobil Exxon telah mengeluarkan 150 juta dolar untuk mempromosikan produknya, dan perusahaan menginginkan semua advertisement untuk memiliki pandangan dan perasaan yang sama., tanpa memperhatikan dimana 100 negara di dunia advertisement itu akan muncul. Jelasnya, penjual lain merasa perbedaan antara konsumen dari berbagai negara adalah terlalu jauh untuk mengijinkan strategi penjualan yang baku. Dalam prakteknya, tantangan dasar untuk banyak eksekutif yang merenungkan penjualan multinasional adalah untuk memutuskan apakah menggunakan pembagian kebutuhan dan nilai-nilai (shared needs and values) sebagai strategi segmentasi atau menggunakan rintangan nasional (national borders) sebagai strategi segmentasi.

MENCIPTAKAN SEBUAH MERK DUNIA
Beberapa perusahaan telah menciptakan produk ber-merk dunia yang dihasilkan, dikemas, dan diposisikan dengan cara yang sama tanpa menghiraukan negara di mana produk itu dijual. Penjual produk-produk dengan pasar yang luas menggunakan sebuah world branding strategy. Contohnya ; Gilette, Estee Lauder, Unilever, dan Flat, juga menggunakan periklanan global untuk bermacam-macam produk dan pelayanan.

PEMASARAN GLOBAL YANG ADAPTIVE
Dalam membedakan strategi komunikasi pemasaran yang menekankan pada pesan umum, beberapa perusahaan melakukan strategi yang menyesuaikan iklan mereka dengan nilai-nilai khusus kebudayaan. Mc Donald’s adalah contoh perusahaan yang mencoba untuk melokalisir iklannya di tiap pasar yang mempunyai kebudayaan yang berbeda, dengan cara membuat perusahaan “glocal”. Contohnya, Ronald McDonald telah berganti nama menjadi Donald McDonald di Jepang karena bahasa Jepang tidak mengandung bunyi “R”. Sebagai tambahan, menu McDonald di Jepang telah dilokalisir dengan memasukkan menu sup jagung dan milkshake teh hijau. Di Swedia McDonald’s mengembangkan bungkus baru menggunakan ilustrasi dengan ukiran kayu dan desain yang lembut untuk menarik minat konsumen di negara itu dimana orang di negara itu memiliki cita rasa yang tinggi terhadap makanan dan menyukai kegiatan di luar ruangan. Beberapa perusahaan menggunakan beberapa kombinasi strategi. Misalnya, Unilever, Playtex dan Black & Decker telah menambah strategi global mereka dengan mengesahkan produk mereka secara lokal. Dalam mengambil pendekatan yang adaptif, pembuat iklan global dengan pengetahuan tentang perbedaan kebudayaan dapat membuat pesan tambahan yang efektif untuk menyesuaikan dengan pemasaran lokal.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh advertiser asing di China menemukan bahwa 11 persen perusahaan menggunakan global strategi, 12 persen menggunakan lokal strategi dan hampir 77 persen menggunakan strategi kombinasi. Dari 7 komponen periklanan yang telah dipelajari, bahasa lokal untuk memadukan dengan budaya lokal telah disadari sebagai hal yang paling penting, hal penting lainnya ialah atribut produk lokal, model, warna iklan, humor, background pemandangan, dan musik.

Segmentasi Psikografik Antar Budaya
Terdapat perbedaan sikap atau perilaku yang penting dalam menentukan kepuasan antar konsumer yang memungkinkan munculnya pembagian consumer berdasarkan perbedaan kultur. Beberapa perusahaan mungkin mendirikan strategi global branding, sedangkan perusahaan lainnya dibentuk dengan strategi individual/local marketing.
Penelitian di Amerika Utara dan Selatan, Asia, dan Eropa tentang nilai dasar motivasi yang mendorong terbentuknya sikap dan perilaku menghasilkan 6 kelompok global values market segments, yaitu : 
  1. Strivers: menyukai kekayaan, status, ambisi, dan kekuasaan. Mereka berpikir bahwa persoalan material adalah sesuatu yang sangat penting.
  2. Devouts: mempunyai nilai-nilai tradisional seperti keyakinan, kewajiban, kepatuhan, menghormati yang lebih tua. sedikit tergabung dengan media dan tidak terlalu menyukai produk luar, khususnya di Afrika dan Asia Tengah dan Timur.
  3. Altruists : ekstroversion, suka masalah-masalah social dan penyebabnya. Biasanya berpendidikan baik, usia-usia lebih tua (antara umur 44), dan kebanyakan wanita. (Rusia dan Amerika Latin)
  4. Intimates : “people-people”, focus pada hubungan yang akrab, bersahabat, kekeluargaan. Terdapat di England, Hungary, Belanda, dan US.
  5. Fun seekers : grup paling muda, menyukai sesuatu yang menarik, petualangan, kesenangan, terlihat menarik, menghabiskan waktu di bar dan restoran. Suka akan media elektronik, gaya hidup global khususnya musik.
  6. Creatives : menyukai teknologi, pengetahuan, dan belajar, consumer terbesar pada media seperti buku, majalah, dan Koran. Menyukai barang yang menggunakan PC dan surfing di web.


Kesalahan Marketing : Kegagalan dalam Mengerti Perbedaan
Banyak marketers yang dalam market internasional yang tidak tahu apakah produk, pendekatan promosi, aturan harga, atau saluran eceran yang efektif di satu negara dan di negara lain serta mencoba menentukan perubahan spesifik apa yang harus dilakukan untuk setiap pasar asing.

MASALAH PRODUK
Marketers internasional seringnya menolak untuk memodifikasi produknya untuk memenuhi keinginan budaya lokal. Marketers Amerika yang menjual produk makanan di Jepang seringnya menemukan kesulitan yang akhirnya mengharuskan mereka mengubah karakteristik asal produknya. Contoh lain, perusahaan besar cereal, Kellogg, berusaha menghindari berbagai ’jebakan budaya’ yang berhubungan dengan pasar makanan yang cross culture dalam ekspansi internasionalnya. Sudah dipelajari dengan hati-hati perbedaan antara orang irlandia yang mengkonsumsi cereal paling banyak dengan orang Perancis, Italia, dan Yunani yang sarapannya tidak memasukkan cereal.
Untuk mengatasi masalah ’jebakan budaya’ seperti itu maka marketers harus memastikan dengan teliti apakah karakteristik fisik produk mereka bisa diterima di pasar baru atau tidak. Warna juga merupakan variabel yang penting dalam pasar internasional, karena satu warna yang sama sering memiliki arti yang berbeda di budaya-budaya yang berbeda. Contohnya : warna biru di Belanda artinya hangat, di Iran berarti kematian, di Swedia berkonotasi dingin, di India berarti kemurnian. Hal ini menjadi penting karena warna produk dan kemasan harus memberikan arti yang tepat di negara dimana produk tersebut dipasarkan.

MASALAH PROMOSI
Ketika berkomunikasi dengan konsumer di berbagai negara, pesan promosi harus konsisten dengan bahasa dan budaya yang tepat dengan target masyarakatnya. Contohnya : perusahaan 7-up sukses dengan tema ’uncola’ di pasar US, menjadi tidak tepat bagi banyak pasar asing karena hal itu tidak dialihbahasakan dengan baik dengan bahasa setempat. Belajar kesalahan dengan lebih cepat, perusahaan multinasional seperti P&G dan Ford sekarang bekerja keras menjadi reseptif pada nilai dan rasa yang khusus pada pasar lokal. Tindakan cepatnya adalah menarik sponsorshipnya pada program tv di beberapa negara ketika seks dan kekerasan pada tv show tersebut dinilai terlalu keras/berat.
Nama produk dan kalimat promosi juga bisa menyebabkan suatu masalah bagi marketers internasional. Kata ’clock’ di Cina terdengar seperti kata ’kematian’. Chevrolet nova tidak terjual dengan baik di Amerika Latin karena di Spanyol kata nova berarti ’tidak berlari’.

MASALAH HARGA DAN DISTRIBUSI
Marketers internasional harus menyesuaikan peraturan harga dan ditribusi mereka dengan kondisi ekonomi dan tradisi lokal. Sebagai contoh di banyak negara berkembang, produk ukuran kecil sering menjadi keharusan karena konsumer tidak dapat mengeluarkan biaya yang banyak untuk ukuran yang lebih besar yang lebih populer di US dan negara kaya lainnya. Juga harus diingat bahwa pandangan Amerika dengan ’harga murah’ bisa dipandang tidak sama di negara lain. Contoh : US fastfood franchises yang beroperasi di Mexico seperti McDonald, Burger King, Wendy’s dinilai fastfood kelas mahal di Mexico.
Sistem distribusi tradisional Jepang berbeda dengan sistem di US, hubungan yang kompleks terjadi antara perusahaan manufaktur Jepang , distributor, dan retailernya. Contoh : membutuhkan waktu selama 24 tahun bagi Jepang dari saat US mengenalkan ’apples’ nya sampai ’apples’ tersebut benar-benar mencapai pasar saat konsumer Jepang bisa membelinya. Karena itu, marketers harus dapat membedakan saluran distribusi mereka di berbagai bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

  • Schiffman, Leon and Kanuk, Leslie lazar,2007,  Consumer Behaviour, Prentice Hall Inc
  • Kotler, Phillip dan Keller, Kevin Lane, 2008, Manajemen Pemasaran, edisi 13, Erlangga Jakarta
  • Craven, David W and Nigel F, Piercy, 2009, Strategic Marketing, International Edition, Mc Graw-Hill

Persepsi dan Pembelajaran Konsumsi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian individu yang berbeda, kita semuanya cenderung melihat dunia ini menurut cara khusus kita sendiri.Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Apakah dunia terlihat berwarna cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah persepsi manusia yang bersangkutan. Persepsi (perception) merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi, meski bukan dikatakan yang paling penting. Kepribadian seseorang yang berbeda satu dengan yang lainnya mempengaruhi cara pandang terhadap citra dari sebuah produk begitupun dengan persepsinya. Persepsi dari sedemikian orang yang berdiri di tengah ruangan, mungkin akan memiliki persepsi yang berbeda-beda pula terhadap sebuah apa yang mereka lihat, mereka dengar, mereka rasakan dan mereka sentuh.

Sebuah persepsi akan memberikan pandangan positif maupun pandangan negatif terhadap sebuah produk baik berbentuk barang ataupun jasa, baik terhadap merek ataupun perusahaannya sekalipun. Sebuah persepsi tergantung dari cara pandang seseorang yang dikombinasikan dengan kelima inderanya yang berkorelasikan dengan stimulus-stimulus yang berada di sekelilinya sehingga akan memberikan paparan serta perhatian kepada sebuah objek yang akan muncul dan kita sebagai manusia mampu memberi persepsi baik secara alam bawah sadar kita ataupun persepsi yang kita sadari secara langsung

Persepsi sendiri tidak lepas juga keterkaitannya dengan kepribadian seseorang, bahkan dapat dikatakan persepsi tiap orang timbul dan dapat berbeda dikarenakan dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Para ahli percaya bahwa kepribadian bersumber dari dalam diri seseorang, kepribadian sendiri juga dibagi menjadi tiga teori yakni teori freudian, teori neo-freudian dan teori sifat/ trait. Masing-masing dari teori ini akan menghasilkan dua konsep yang masing-masing akan menggambarkan harga diri seseorang, konsep tersebut yakni konsep diri aktual dan konsep diri ideal. Kedua konsep diri akan mencitrakan bagaimana diri seorang individu, apakah sesuai memakai, mengkonsumsi ataupun menghabiskan sebuah produk demi mencapai kepuasan yang abadi. Citra pribadi yang positif terhadap produk akan menimbulkan persepsi yang positif pula terhadap sebuah produk, demikian juga citra yang negatif yang diberikan sebuah produk tentu akan memberikan persepsi yang negatif pula kepada sebuah produk. 
  
PEMBAHASAN

2.1       ARTI PERSEPSI DAN ELEMENYA

Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin perceptio yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Stephen P. Robbins (1998), persepsi adalah suatu proses pengorganisasian dan pemaknaan terhadap kesan-kesan sensori untuk memberi arti pada lingkungannya. Menurut Fred Luthans (1992) mengatakan proses persepsi dapat didefinisikan sebagai interaksi yang rumit dalam penyeleksian, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus. Sedangkan menurut Milton (1981) mengatakan persepsi adalah proses seleksi, organisasi dan interpretasi stimulus yang berasal dari lingkungan.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan persepsi adalah sebagai sebuah proses yang dilalui seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi stimuli ke dalam sebuah gambaran tentang dunia yang memiliki arti atau makna dan bersifat koheren. Persepsi konsumen ini sangat penting dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa itu kenyataan sebuah produk.

Menurut shiffman dan kanuk (1997), persepsi akan sesuatu berasal dari interaksi antara dua jenis faktor :
  1. Faktor stimulus, yaitu karakteristik secara fisik seperti ukuran, berat, warna atau bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristik akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indra manusia, sehingga mampu menciptakan sesuatu persepsi mengenai produk yang dilihatnya.
  2. Faktor individu, yang termasuk proses didalamnya bukan hanya pada panca indra akan tetapi juga pada proses pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri.

Suatu stimulus adalah setiap unit masukan yang diterima oleh indra manusia atau yang sering disebut dengan sebagai masukan sensosri (sensory input) atau stimuli sensori (sensory stimuly). Masukan sebuah sensori antara lain adalah produk, kemasan, nama merek, iklan dan sejenisnya. Organ atau indra manusia yang menerima stimuli itu disebut dengan penerima sensori (sensory receptors). Setiap fungsi yang dijalankan oleh indra itu, baik secara tunggal ataupun kombinasi, memaminkan peran dalam mengevaluasi dan menggunakan produk konsumen. 

Paparan
           
Paparan (expose) terjadi ketika sebuah stimuli berada di dalam rentangan penerima sensori seseorang. Biasanya ketika stimuli itu datang, orang tersebut menjadi tidak sadar akan stimuli lainnya. Kita mampu mencatat atau memperhatikan stimuli yang datang ke dalam rentang penerima sensori dalam hanya waktu yang sangat pendek. Kemampuan orang untuk mempersepsikan stimuli yang datang sangat berkaitan dengan ambang batas sensorinya.
            Ambang batas sensori (sensory threesold) adalah suatu tingkatan keadaan saat individu menangkap sebuah sensori, sebagian dari kita memiliki kemampuan lebih baik dalam menangkap sebuah stimuli sensori, sedangkan sebagian lainnya mengalami gangguan dalam saluran sensorinya karena faktor usia.
            Sedangkan ambang batas absolut (absolut threesold) adalah suatu tingkatan keadaan  paling rendah saat individu mengalami sebuah sensasi. Ambang batas ini merupakan suatu titik ketika seseorang mampu mendeteksi sebuah stimuli antara “ada sesuatu” dengan “tidak ada sesuatu”
            
Perbedaan ambang batas ini berkaitan dengan hukum Webber yang menyatakan bahwa pebedaan dua buah stimuli bukan merupakan suatu jumlah yang absoulut melainkan relatif atau kejadian just noticable difference. Sebagai contoh, angka relatif yang biasa digunakan oleh pemasar untuk memberikan diskon produk minimal 20 persen, angka ini adalah angka (j.n.d.). Bila demikian penurunan harga sebesar 500 rupiah akan sangat dirasakan oleh konsumen pembeli minyak goreng dari harga dasar 2.500 rupiah, ketimbang penurunan harga sebesar 5.000 rupiah  dari harga semula sebuah sepatu yakni 300.000 rupiah. Ini dikarenakan penurunan harga pada pembelian sepatu angkanya dibawah j.n.d.

Perhatian
            
Perhatian atau atensi mengacu pada suatu tingakatan aktivitas pengolahan yang dicurahkan pada suatu stimulus tertentu. Alokasi yang diberikan oleh seseorang pada suatu stimulus tertentu sangat bervariasi karena dipengaruhi dua hal yakni faktor dari si penerima dan faktor stimulus itu sendiri. Perhatian tiap orang terhadap sebuah stimulus tertentu akan bervariasi ini dikarenakan sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, dan keinginannya mereka individu masing-masing.

DINAMIKA PERSEPSI

Subbab sebelumnya menjelaskan bagaimana sebuah persepsi bisa terjadi pada sebuah stimulus yang diterima oleh konsumen. Manusia terus menerus dihujani oleh stimuli setiap menit, setiap jam dan setiap harinya, baik melalui media cetak, media elektronik, kejadian yang tak sengaja maupun yang memang benar disengaja. Stimulus mana yang akan lulus seleksi oleh seorang individu tergantung pada :
1.      Sifat-sifat stimulus
Stimulus pada pemasaran termasuk ciri-ciri produk, atribut-atributnya, rancangan kemasan, nama merek dan iklan. Faktor stimulus yang paling penting di persepsi konsumen adalah :
  1. Contrast, merupakan atribut yang paling kuat. Contrast menguatkan persepsi dengan menonjolkan perbedaan intensitas stimulus itu. Jadi konsumen menerima stimulus yang berhubungan dengan konteksnya. Hal ini mendasari prinsip sosok dan latar (figure and ground). Konsumen mempersepsi suatu sosok dalam konteksnya dengan latar. Prinsip sosok dan latar dalam iklan dikatakan gagal bila konsumen ingat pernah melihat iklan tersebut tetapi tidak dapat menyebabkan nama produknya. Mana yang sebenernya berfungsi sebagai sosok dan yang mana latar.
  2. Closure, pengetahuan adalah kecenderungan orang untuk mengisi, secara persepsi, bagian yang hilang dari stimulus yang tidak lengkap.
  3. Proximity, menurut prinsip kedekatan, benda atau artikel yang berdekatan satu sama lain dalam wawasan waktu maupun ruang akan di presepsi sebagai bagian-bagian yang berhubungan dari suatu pola atau konfigurasi.
  4. Similarity, dalam suatu konglomerasi stimulus, orang akan mempersepsi objek-objek yang kelihatan sama menjadi satu kelompok. Ada kecenderungan konsumen tidak mengelompokan produk-produk karena kemasan warna, kemasan, dan bahkan pada penempatan rak. Ukuran, warna, posisi, dan usia dari stimulus itu. Ukuran, warna, dan posisi produk dalam stimulus atau dalam hal ini iklan harus sesuai dengan positioning produk; sedangkan stimulus yang baru tentu saja akan lebih menarik perhatian dari pada yang sudah usai.

2.      Expectation (harapan) konsumen
Orang biasanya mempunyai harapan tentang apapun yang dihadapi, baik produk maupun orang. Harapan ini di bentuk dari pengalaman sebelumnya dari informasi yang dia peroleh melalui media masa dan dari kenalannya atau juga apa yang dia lihat, di raba dan di dengar saat itu. Itulah sebabnya pemirsa selalu disuguhi dengan preview film yang bakan ditayangkan di TV, peserta seminar selalu di beri informasi data pribadi dan pendidikan si pembicara, bahkan produkpun diberi kemasan dengan bahan, warna dan gambar tertentu. Semua itu merupakan suatu yang mengkondisikan prospek untuk membentuk expektasi.

3.      Motive
Motive adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan ini orang lebih memperhatikan sesuatu yang menurut dia dapat memenuhi kebutuhan. Orang cenderung memasukan stimulus yang cocok dengan motifnya ke dalam persepsi. Semakin kuat kebutuhan, semakin besar kecenderungan untuk mengabaikan stimulus yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan itu. Orang yang membutuhkan mobil akan tertarik pada iklan-iklan mobil, informasi tentang mobil, majalah atau tabloid otomotif, dan mengabaikan iklan dan informasi yang lain. Sebaliknya, orang yang memiliki motif melindungi diri, tidak akan bergeming dengan iklan rokok semenarik apapun, tetapi dia justru sangat tertarik pada keterangan tentang kandungan nutrisi pada kemasan makanan.

PERBANDINGAN PERSEPSI

Persepsi harga
Cara konsumen mempersepsi harga berpengaruh kuat pada daya dan niat beli konsumen sehingga nantinya menghasilkan kepuasan pembelian. Tidak ada orang yang senang ketika dirinya harus membayar mahal sebuah produk sebanyak dua kali harga yang dibayar konsumen lain. Produk- produk yang diiklankan sebagai diobral cenderung menciptakan persepsi konsumen yang makin tinggi tentang sebuah nilai dan penghematan, berbanding terbalik dengan kejadian yang dimana konsumen bila membeli sebuah produk dengan harga yang mahal sehingga menimbulkan persepsi harga produk yang memboroskan kantong.

Persepsi kualitas
Konsumen sering kali mempersepsikan sebuah kualitas sebuah produk ataupun jasa berdasar variasi berbagai petunjuk informasi yang mereka asosiasikan dengan produk itu. Beberapa petunjuk itu bersifat intrinsik dan ekstrinsik.  Berbagai petunjuk yang bersifat intrinsik dengan karakteristik fisik produk seperti ukuran, warna, rasa, atau aroma. Dalam beberapa kasus, konsumen sering kali menilai kualitas produk berdasarkan ciri-ciri fisik seperti menilai rasa kue ataupun es krim dari warnanya.
Konsumen merasa lebih sulit lagi untuk menilai kualitas jasa dengan sebuah produk. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan adanya beberapaa karakteristik jasa yang berbeda dengan karakteristik sebuah produk barang. Jasa bersifat tidak berwujud, kualitasnya bervariasi, tidak tahan lama, serta umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Konsumen tidak bisa melakukan evaluasi langsung antar atribut dari berbagai jasa yang saling bersaing sebagaiman bisa dilakukan terhadap barang. Karena itu konsumen mengandalkan penilainnya terhadap kualitas jasa berdasarkan hal- hal yang bisa mewakili petunjuk ekstrinsiknya.

PERSEPSI TERHADAP RESIKO

Persepsi akan Risiko (Perceived Risk)
Pendapat lain mengenai persepsi akan risiko (perceived risk) yaitu anggapan risiko menghadirkan penilaian individu terhadap kemungkinan yang berhubungan atas hasil positif maupun negatif dari suatu transaksi atau situasi, serta sebuah bentuk multidimensional yang terdiri dari dua tipe risiko, yaitu risiko produk dan risiko keuangan dalam belanja daring (online shopping) (Bhatnagar dkk, 2000). Konsumen akan cenderung untuk melihat tingkat risiko yang lebih tinggi saat membeli produk melalui internet dibandingkan dengan di dalam toko (Naiyi, 2004). Secara umum, ada enam persepsi akan risiko (Nenonen, 2006) yaitu :
  1. Risiko keuangan
  2. Risiko Privasi
  3. Risiko Kinerja
  4. Risiko Psikologis
  5. Risiko Waktu
  6. Risiko Sosial


ETIKA DAN PERSEPSI KONSUMEN

Dalam memberikan suatu persepsi, seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor. Melalui pemikiran yang logis, dapat ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seorang individu terutama pendidikan, kematangan akademik, dan jenis kelamin (Milner, 1999). Nicolas Mauro (1987) mendefinisikan etika sebagai sebuah analisis kritis dari perilaku manusia untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dalam terminologi dua kriteria utama, yaitu kebenaran (truth) dan keadilan (justice).

Penelitian yang dilakukan oleh Khusnatul Aini (2011) tentang persepsi kahalayak sasaran atas pelanggaran etika pada iklan kartu seluler di televisi. Dalam penelitian tesebut dapat disimpulkan bahwa dimensi persepsi memiliki penilaian rendah. Dimensi penilaian etika juga mendapat penilaian rendah dalam tabel analisis silang menunjukan persepsi yang kurang baik. Secara keseluruhan, 46 hasil analisis persepsi khalayak sasaran atas pelanggaran etika pada iklan kartu seluler di televisi masuk dalam katagori rendah.

Didukung dengan tulisan Niken Restaty (2009) seorang dosen Universitas Mercu Buana dalam modul Etika Periklanan memuat beberapa temuan tentang pelanggaran etika dalam iklan di televisi yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produknya seperti iklan cetak “Susu Anlene” yang mengkalian “Halalkan susu berkalsium tinggi anda ?” produk ini memang ingin menyampaikan bahwa produknya sudah dapat sertifikat halal (pada saat iklan tersebut ditayangkan). Persepsi konsumen bisa terbentuk bahwa produk ini “selalu halal” meskipun mungkin di saat yang lain, produk ini tidak mendapat sertifikat halal dari MUI.

Pencantuman tersebut berpotensi secara langsung menjatuhkan produk pesaing yang tidak mendapatkan sertifikat halal. Juga ada dua contoh iklan REG ring-tones unruk telepon seluler yang dimana mengkalim kata “gratis” pada iklan-iklannya bisa dipersepsikan oleh konsumen sebagai benar-benar tanpa biaya, padahal sebenarnya konsumen harus membayar biaya sms yang mereka terima (bukan mereka kirim) dan belum lagi biaya untuk mengunduk ring-tone tersebut melalui jasa GPRS.


UNSUR UNSUR PEMBELAJARAN KONSUMEN
Unsur-unsur yang mencangkup dalam kebanyakan teori pembelajaran adalah motivasi, isyarat, tanggapan, dan penguatan.

Motivasi
Motivasi diadasarkan pada kebutuhan dan sasaran.  Motivasi berlaku sebagai pemacu pembelajaran. Sebagai contoh, pria atau wanita yang menjadi pemain basket yang baik terdorong untuk mempelajari semua yang dapat mereka pelajari mengenai basket dan mempraktikannya kapan saja mereka dapat. Tingkat keterkaitan dan keterlibatan menentukan motivasi konsumen untuk mencari pengetahuan atau informasi mengenai  suatu produk  atau jasa. Menentukan motif konsumen merupakan salah satu tugas utama para pemasar.

Isyarat
Isyarat membantu mengarahkan dorongan konsumen jika konsisten dengan harapan konsumen. Contoh, sebuah iklan untuk camp tenis dapat menjadi isyarat bagi para penggemar tenis yang mungkin segera melihat bahwa mengikuti camp tenis merupakan cara yang jitu untuk memperbaiki permainan mereka dan memiliki strategi baru. Iklan itu merupakan isyarat atau stimulus yang menganjurkan suatu cara untuk khusus untuk memuaskan motif yang menonjol.Para pemasar harus berhati-hati memberikan isyarat yang tidak merusak harapan-harapan tersebut. Sebagai contoh, para konsumen menduga harga pakaian desainer mahal dan dijual di toko-toko kelas atas. Iklan merupakan isyarat atau stimulus yang menganjurkan suatu cara untuk khusus untuk memuaskan motif yang menonjol.

Respon
Cara bereaksi para individu terhadap dorongan atau isyarat bagaimana berperilaku akan membentuk respon mereka. Contoh, Pabrikan mobil yang memberikan isyarat yang konsisten kepada seorang konsumen mungkin tidak selalu berhasil mendorong terjadinya pembelian. Tetapi jika pabrikan jika pabrikan tersebut berhasil membentuk citra model mobil khusus yang menguntungkan dalam pemikiran konsumen, maka ketika konsumen siap membeli, mungkin sekali dia akan mempertimbangkan merk atau model tersebut.

Penguatan
Meningkatkan kemungkinan bahwa respon khusus akan terjadi di masa yang akan datang karena adanya berbagai isyarat dan stimulisi khusus. Jika seorang mahasiswa menemukan bahwa  obat penahan rasa sakit merk tertentu yang diiklankan telah memungkinkannya untuk terus berlari dalam maraton walaupun lututnya luka, ia lebih mungkin untuk membeli merk  yang diiklankan ketika dia mengalami luka yang lain. Jelaslah melalui penguatan yang positif pembelajaran telah terjadi, karena obat penahan rasa sakit telah member pengaruh sesuai dengan harapan.

Konsumen belajar dari pengalaman. Proses belajarnya konsumen dikaji oleh dua aliran pemikiran. Pertama aliran behavioristik dan yang kedua aliran kognitif. Dua jenis aliran pemikiran yang menjadi pedoman perusahaan dalam keinginannya memberikan pelajaran terhadap konsumen.Perilaku konsumen hadir dari hasil asosiasi rangsangan primer dengan rangsangan sekunder. Perilaku konsumen pun sebagai fungsi dari tindakan dan evaluasi kepuasan yang diterimanya. Daripada behavioris ini mengimplikasikan produk sudah semestinya bermutu, promosi tidak menipu dan harus berisi informasi manfaat atau nilai konsumsi. Konsumen diberikan pelajaran bahwa memang benar produk dan atau perusahaan kita adalah cocok berdasarkan pengalamannya sendiri. Ini berarti, dalam penjualan produk kita sebagai pemasar memberikan terlebih dahulu sedemikian rupa untuk dicoba.

Lain behaviorisme lain juga kognitif. Beralaskan kognitif, konsumen berperilaku untuk memecahkan masalah yang dimilikinya. Oleh karena timbul kebutuhan dan keinginan maka tampak proses pemecahan masalah. Berbagai informasi mereka cari, kumpulkan, dan kemudian dievaluasi secara pribadi. Semarak dan gebyar lomba promosi pun semestinya tajam dan mampu menyebar luas menghapus jarak. Konsumen diberikan fasilitas informasi yang mudah di dapat untuk belajar.Tepat, dipahami terdapat relevansi antara behaviorisme dengan kognitif. Konsumen diberikan pelajaran dengan cara memberikan informasi dan atau pengalaman. Yang mampu melakukan keduanya sudah tentu merupakan keunggulan dan belum tentu karena setiap produk berkarakteristik tertentu sehingga hanya efektif dan efisien dengan menjalankan salah satunya saja.

TEORI PEMBELAJARAN KEPERILAKUAN
Teori  pembelajaran berdasarkan perilaku sering pula disebut sebagai teori stimulus respon karena didasari premis bahwa suatu pembelajaran terjadi karena ada respon yang dapat diamati sebagai akibat adanya stimulus eksternal. Perspektif perilaku ini terdiri dari dua teori yaitu

1.    Pengkondisian klasik ( classical conditioning )
Teori pengkondisian klasik menyatakan bahwa semua mahluk merupakan entitas yang relative pasif. Mereka dapat diajari perilaku tertentu melalui pengulangan (pengkondisian). Model umum yang menggambarkan bagaimana proses pembelajaran terjadi dikembangkan oleh  ivan pavlov, seorang psikologis rusia. Pavlov menyatakan bahwa hasil pembelajaran terkondisikan bila suatu stimulus dipasangkan dengan stimulus lainnya akan menghasilkan respon yang sama apabila digunakan sendirian. Dengan kata lain pembelajaran terjadi apabila terdapat suatu stimulus yang dikondisikan. Stimulus yang dikondisikan itu sebelumnya dipasangkan dengan stimulus lainnya yang tidak dikondisikan tetapi diketahui menghasilkan respon tertentu, dan stimulus berpasangan ini diulang berkali kali sampai akhirnya bila stimulus yang dikondisikan tidak disertai dengan stimulus lainnya, respon atau pembelajaran tetap terjadi.

Ada tiga konsep dasar yang diperoleh dari pengkondisian klasik yaitu :
  1. Pengulangan. Pengulangan/ repetisi dapat meningkatkan kekuatan asosiasi antara stimulus yang dikondisikan dan stimulus yang tak dikondisikan, serta memperlambat proses terjadinya lupa. Akan tetapi repetisi yang sering terjadi akan mengakibatkan kejenuhan. Pesan iklan yang terlalu berulang ulang dapat berdampak pada kejenuhan terhadap iklan itu.
  2. Generalisasi Stimulus. Pembelajaran tidak tergantung hanya pada repetisi melainkan juga pada kemampuan individu untuk melakukan generalisasi.
  3. Diskriminasi Stimulus. Diskriminasi stimulus adalah kebalikan dari generalisasi stimulus dan merupakan hasil dari seleksi terhadap stimulus dan merupakan hasil dari seleksi terhadap sebuah stimulus spesifik di antara stimulus yang mirip.

2.      Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning)
Penilaian konsumen terhadap suatu merek seringkali didasarkan oleh tingkat kepuasan yang merupakan reward atau penghargaan yang dialaminya karena telah memberi merek itu. Dengan kata lain perilaku pembelian terjadi sebagai akibat dari suatu pengkondisian yang sifatnya instrumental. Teori pembelajaran instrumental menyatakan bahwa pembelajaran terjadi melalui proses coba-salah (trial-error). Kebiasaan akan terbentuk sebagai hasil pengharagaan yang diperoleh dari perilaku tertentu. Misalnya dari pembelian di beberapa took, konsumen akan mempelajari toko mana yang menyediakan pakaian terbaik pada harga tertentu. Jika ia sudah menemukan pakaian yang diinginkan maka akan membentuk pola terhadap toko itu dan akan mengabaikan toko yang lain. Setiap ia suka membeli pakaian yang disukainya dari toko itu, loyalitasnya terhadap toko itu dirasakan dihargai (diperkuat) dan polanya terhadap toko itu cenderung untuk diulangi.

Ada dua konsep yang diperoleh dari pengkondisian instrumental ini yakni:
  1. Kepuasan konsumen. Semua pemasar bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan pelanggan. Pemasar harus memastikan untuk memberikan produk yang sebaik mungkin bagi uang yang dikorbankan oleh pelanggan dan menghindarkan terbentuknya harapan pelanggan yang melebihi dari yang mungkin diberikan. Disamping akrena pengalaman menggunakan produk , konsumen memperoleh penguatan dari elemen lain dalam situasi pembelian seperti lingkungan toko atau tempat bertransaksi, pelayanan yang diberikan dan kemudahan yang disediakan.
  2. Pemasaran hubungan. Pemasar hubungan/relationship marketing dalah upaya mengembangkan hubungan  yang sangat dekat dengan pelanggan. Hubungan ini merupakan bentuk penguatan.

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF
Tidak semua pembelajaran terjadi sebagai hasil percobaan yang diulang ulang. Para psikolog  kognitif memandang bahwa pembelajaran terajdi sebagai suatu proses penyelesaian masalah yang memungkinkan bagi seorang untuk memiliki beberapa kendali terhadap lingkunganya. Teori pembelajaran kognitif menyatakan  bahwa pembelajaran itu melibatkan pengolahan informasi mental yang kompleks. Para pendukung pembelajaran kognitif tertarik untuk membahas situasi pembelajaran yang terkait dengan factor factor  motivasi, tujuan yang dirasakan, sifat situasi secara keseluruhan, serta keyakinan, nilai dan kepribadian dari subyek. Secara singkat pembelajaran kognitif berkaitan dengan bidang psikologis subyek. Dengan kata lain teori kognitif  menekankan keterlibatan proses pikiran dalam pembelajaran konsumen.

Menurut Bandura ada dua model pembelajaran kognitif yaitu pembelajaran dengan   pengalaman langsung dan pembelajaran dengan pengamatan atau pemodelan. Model gambar tersebut menunjukan adanya pengenalan terhadap tujuan, perilaku yang didasari tujuan, wawasan sebagai sebuah solusi, dan pencapaian tujuan. Pembelajaran kognitif sangat relevan untuk memahami proses pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen. Dalam proses itu konsumen menyadari adanya kebutuhan, mengevaluasi alternative alternative yang mungkin cocok dengan kebutuhan itu, memilih produk yang dianggap mampu menyelesaikan masalah dan mengevaluasi sampai sejauh mana produk itu memenuhi kebutuhannya.

UKURAN PEMBELAJARAN KONSUMEN
Bagi para pemasar, ada dua tujuan yang terkait dengan pembelajaran konsumen, yaitu meningkatnya pangsa pasar dan meningkatnya jumlah konsumen yang loyal terhadap merk. Para pemasar melakukan promosi untuk mengajari konsumen bahwa mereknyalah yang paling baik untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan memnuhi kebutuhnannya. Karena itu sangaat penting artinya bagi pemasar untuk mengukur seberapa efektif konsumen telah belajar tentang pesan-pesan yang disampaikannya

Mengukur Ingatan
Mengukur hasil pembelajaran konsumen dapat dilakukan dengan menguji ingatan konsumen. Uji semacam itu dikenal dengan uji pengenalan (recognition) dan uji ingatan (recall). Kedua uji itu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah konsumen pernah melihat sebuah iklan tertentu, ingat nama merk yang diiklankan, seberapa jauh mereka telah membaca atau melihatnya, dan apakah mereka ingat pesan-pesan yang disampaikan.

Dalam uji pengenlan, kepada konsumen ditunjukkan suatu iklan lalu ditanyakan apakah mereka pernah menyaksikan iklan tersebut dan ingar hal-hal penting dari iklan itu. Sementara itu dalam uji ingatan, konsumen ditanya apakah mereka ingat beberapa iklan yang ditayaangkan pada acara komersial televisi atau media lainna, serta apakah mereka mengingat beberapa hal penting dari iklan yang disampaikan.

Contoh ukuran pengenalan, iklan rokok star mild dengan tag line Losta masta dan dengan logo gambar bintang jatuh. Para konsumen rokok tahu bahwa hanya Star Mild yang memiliki logo tersebut, dan tanpa menyebut merek pun tahu bahwa itu produk rokok star mild. Contoh ukuran ingatan, apabila kita melihat iklan televisi kita akan mengingat manfaat dari produkiklan tersebut,misalnya minuman sereal “Energen”; memberi pesan kepada kita bahwa produk ini cocok digunakan pada wakttu yang mendesak, atau tidak sempat sarapan karena proses penyajian nya sangat praktis. Selain itu, produk ini mempunyai kandungan yang bergizi sehingga sangat baik untuk dikonsumsi.

Mengetahui sikap konsumen sangat penting bagi pemasar karena hal itu sangat menentukan perilaku selanjutnya. Sikap positif atau negatif yang ditunjukkan seseorang terhadap suatu produk akan menentukan apaakah ia akan bersedia membeli produk tersebut, baik membeli untuk pertama kalinya maupun membeli ulang.

Respon Kognitif terhadap Periklanan
Ukuran lain pembelajaran konsumen adalah sejauh mana konsumen secara akurat memahami pesan-pesan iklan yang dimaksudkan. Pemahaman merupakan fungsi dari karateristik  pesan, kemampuan konsumen untuk mengolah informasi, motivasinya, dan tingkat keterlibatannya. Untuk memastikan tingkat pemahaman yang tinggi, banyak pemasar melaksanakan pengujian naskah, baik sebelum maupun setelah iklan ditayangkan di media. Uji pendahuluan dilaksanakan untuk memastikan elemen-elemen pesan mana yang perlu direvisi, sedangakn uji pasca penayangan dilakukan untuk mengevaluasi keefektivan pesan.
Contoh, “iklan Oreo” pada iklan tersebut si bintang iklan memberi tahu konsumen cara makan oreo yang asik yaitu “diputer, dijilat, dicelupin”.

Loyalitas Merek
Tujuan akhir dari proses pembelajaran konsumen yang diharapkan oleh pemasar adalah terciptanya loyalitas merek. Para pemasar sepakat bahwa loyalitas merek terdiri atas sikap dan perilaku aktual terhadap merek, dan keduanya harus diukur. Ukuran kesikapan berkaitan dengan perasaan konsumen secara keseluruhan tentang suatu produk atau suatu merek dan niat pembelian mereka.Sementara itu, ukuran yang berhubungan dengan perilaku didasari oleh respon terhadap stimuli promosi yang dapat diamati (misal pembelian ulang). 
Contoh, apabila kita sudah aware terhadap Pond’s baik dari produk pelembab wajah, facial wash, lotion, pembersih wajah maka kita akan setia terhadap produk itu karena apa yang kita rasakan manfaatnya sudah kita rasakan. Oleh sebabitu kita akan loyal terhadap pond’s dan tidak akan menggunakan produk kecantikan lain.

ETIKA DAN PEMBELAJARAN KONSUMEN
  1. The right to safety (Hak atas keamanan). Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telah gagal memberikan hak atas keamanan kepada para konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan dan dapat menyebabkan kematian.
  2.  The right to be informed (Hak atas informasi). Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya kurang maksimal. Informasi yang diberikan kepada masyarakat mencakup segala informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu, maupun bagaimana cara memakainya, maupun resiko yang menyertai pemakaiannya.
  3.  The right to choose (Hak untuk memilih). Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak memilih produk yang mereka beli sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untuk mengecek tabung gas yang mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.
  4. The right to be heard (Hak untuk didengarkan). Tentunya akibat maraknya kasus tabung gas meledak, maka keluhan dari masyarakat tentunya harus ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah.
  5.  Hak lingkungan hidup. Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramah terhadap lingkungan. Dalam konteks kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan selain menghancurkan lingkungan sekitarnya.
  6. Hak konsumen atas pendidikan. Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akan hak tersebut. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara positif ke arah itu. 
Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan kritis akan haknya. Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka untuk menyatakan keluhan dan tuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang negatif.


KESIMPULAN
                       
Persepsi adalah sebagai sebuah proses yang dilalui seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi stimuli ke dalam sebuah gambaran tentang dunia yang memiliki arti atau makna dan bersifat koheren. Persepsi konsumen ini sangat penting dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa itu kenyataan sebuah produk. Dinamika persepsi dipengaruhi oleh sifat-sifat stimulus, expectation (harapan) konsumen dan motive. Pemetaan terhadap persepsi pun merupakan suatu teknik yang bisa digunakan oleh para pemasar untuk mengetahui bagaimana produk, jasa, merek toko, ataupun perusahaan mereka dipersepsikan oleh konsumen. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang relative permanen sebagai akibat pengalaman masa lalu. Dalam perspektif pemasaran, pembelajaran konsumen dapat diartikan sebagai sebuah proses yang dilalui seorang individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang pembelian dan kosnumsi yang akan diaplikasikan di masa datang.


DAFTAR PUSTAKA

Adicondro, Yessica. “Masalah Etis Konsumen”. 12 Maret 2015. http://yesica-adicondro.blogspot.com/2013/04/masalah-etis-seputar-konsumen.html

Nurul. “Persepsi Konsumen”. 11 Maret 2015. http://nururul.blogspot.com/2013/11/persepsi-konsumen-bab-6-perilaku.html

Putri.S. “ Persepsi Konsumen”. 11 Maret 2015. http://putrirhm.blogspot.com/2013/11/persepsi-konsumen.html

Suprapti, NWS. 2010. Perilaku Konsumen: Pemahaman Dasar dan Aplikasinya dalam Strategi Pemasaran. Denpasar. Udayana University Press